Hikmah Turunnya Nabi Isa Bukan Nabi yang Lainnya
Pasal Ketiga
TURUNNYA NABI ISA ALAIHISSALLAM
Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
5. Hikmah Turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam, Bukan Nabi yang Lainnya
Para ulama berusaha mengetahui hikmah turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam pada akhir zaman, sementara yang lainnya dari kalangan Nabi tidak demikian. Menurut mereka ada beberapa hikmah tentang hal itu.
a. Sebagai bantahan terhadap klaim orang-orang Yahudi bahwa mereka telah membunuh Nabi ‘Isa Alaihissallam, lalu Allah Ta’ala menjelaskan kedustaan mereka. Sesungguhnya beliaulah yang akan membunuh mereka juga membunuh pemimpin mereka, Dajjal. Sebagaimana hal itu telah dijelaskan dalam pembahasan tentang peperangan dengan orang-orang Yahudi.[1]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menganggap bahwa pendapat ini lebih kuat daripada yang lainnya.[2]
b. Sesungguhnya Nabi ‘Isa Alaihissallam mendapati keutamaan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Injil, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ
“… Dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya…” [Al-Fat-h: 29]
Lalu beliau memohon kepada Allah agar termasuk dari mereka, kemudian Allah mengabulkan do’anya dan mengekalkannya hingga dia turun di akhir zaman sebagai pembaharu bagi urusan Islam.
Al-Imam Malik rahimahullah berkata, “Telah sampai kepadaku sebuah kabar bahwa orang-orang Nasrani, jika mereka melihat para Sahabat menaklukkan Syam, maka mereka berkata, ‘Demi Allah, mereka lebih baik daripada kaum Hawariyyin menurut berita yang sampai kepada kami.”[3]
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Mereka (Nasrani) berkata benar dalam hal itu, karena umat ini diagungkan dalam berbagai kitab terdahulu dan berbagai khabar yang ada.”[4]
Al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah telah memuat biografi untuk ‘Isa Alaihissallam di dalam kitabnya Tajriidu Asmaa-ish Shahaabah, beliau berkata, “Isa bin Maryam, seorang Sahabat, seorang Nabi, karena beliau melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam beliau diisra’kan, mengucapkan salam kepadanya, maka dia menjadi Sahabat Nabi yang terakhir meninggal.”[5]
c. Sesungguhnya turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam dari langit karena ajalnya yang sudah dekat agar dimakamkan di bumi. Makhluk yang diciptakan dari tanah tidak layak di kubur di selainnya. Maka turunnya bertepatan de-ngan keluarnya Dajjal, kemudian Nabi ‘Isa Alaihissallam membunuhnya.
d. Sesungguhnya dia Alaihissallam akan turun untuk mendustakan semua hal yang dikatakan oleh kaum Nasrani, lalu beliau akan menampakkan berbagai kepalsuan dalam pengakuan mereka yang bathil, dan Allah akan menghancurkan seluruh agama pada zamannya, kecuali Islam. Dia Alaihissallam akan menghancurkan salib, membunuh babi, dan menghapus jizyah (pajak).
f. Sesungguhnya keutamaannya dengan berbagai perkara yang telah disebutkan ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ، لَيْسَ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ.
“Aku adalah manusia yang paling dekat dengan ‘Isa bin Maryam. Tidak ada Nabi di antara aku dan dia.” [6]
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang paling istimewa baginya dan yang paling dekat dengannya, karena ‘Isa Alaihissallam memberi kabar gembira (umatnya) akan datangnya seorang Nabi setelahnya, dan mengajak seluruh makhluk untuk membenarkan juga mengimaninya. [7]
Sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
“… Dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, namanya adalah Ahmad (Muhammad)…” [Ash-Shaff: 6]
Demikian pula dalam sebuah hadits dijelaskan:
قَالُوْا: يَا رَسُـوْلَ اللهِ! أَخْبِرنَا عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ؛ أَنَا دَعْوَةُ أَبِيْ إِبْرَاهِيْمَ بُشْرَى أَخِيْ عِيْسَى.
“Mereka (para Sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Kabarkanlah kepada kami tentang dirimu!’ Beliau berkata, ‘Ya, aku adalah do’anya Nabi Ibrahim dan kabar gembira yang disampaikan saudaraku, ‘Isa.’”[8] (Yaitu, do’a Nabi Ibrahim dalam surat al-Baqarah: 129, dan kabar gembira Nabi ‘Isa tentang kedatangan beliau dalam surat ash-Shaff: 66-pent.)
6. Dengan Apa Nabi ‘Isa Alaihissallam Menetapkan Hukum?
‘Isa Alaihissallam berhukum dengan syari’at Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau akan menjadi pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya dia tidak turun dengan membawa syari’at yang baru karena Islam adalah penutup semua agama dan akan kekal sampai hari Kiamat, tidak akan dihapus. Maka ‘Isa Alaihissallam akan menjadi hakim dari para hakim dari kalangan umat ini, reformis urusan Islam, karena tidak ada lagi Nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟
“Bagaimanakah keadaan kalian ketika putera Maryam turun kepada kalian, sedangkan imam kalian dari kalangan kalian sendiri?!”
Lalu aku berkata (yang berkata adalah al-Walid bin Muslim [9]) kepada Abu Da’-b [10], “Sesungguhnya al-Auza’i meriwayatkan kepada kami dari az-Zuhri, dari Nafi’, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ‘Dan Imam kalian dari kalangan kalian.’” Ibnu Abi Da’-b bertanya, “Apakah engkau tahu dengan apa dia akan memimpin kalian?” “Kabarkanlah kepadaku!” jawabku. Dia berkata, “Dia akan memimpin kalian dengan kitab Rabb kalian تبارك وتعالى dan Sunnah Nabi kalian Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [11]
Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ، ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ، فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ: تَعَالَ فَصَلِّ بِنَا، فَيَقُولُ: لاَ، إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ، تَكْرِمَةَ الله هَذِهِ اْلأُمَّةَ.
“Senantiasa akan ada sekelompok dari umatku yang berjuang di atas jalan yang haq dengan mendapat pertolongan sampai hari Kiamat.” Beliau bersabda, “Lalu ‘Isa bin Maryam Alaihissallam turun, pemimpin mereka berkata, “Kemarilah, shalatlah mengimami kami,” lalu dia berkata, “Tidak, sesungguhnya sebagian dari kalian pemimpin bagi sebagian yang lainnya, sebagai kemuliaan yang Allah berikan kepada umat ini.” [12]
Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Sebagian kaum berpendapat bahwa dengan turunnya ‘Isa Alaihissallam, hilanglah segala beban kewajiban (taklif), agar ia tidak menjadi Rasul pada manusia zaman itu yang menyampaikan perintah dan larangan dari Allah Ta’ala. Keyakinan ini (yakni keadaan dia sebagai Rasul setelah Muhammad) adalah suatu hal yang tertolak, berdasarkan firman-Nya Ta’ala:
وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“… Dan penutup Nabi-Nabi…” [Al-Ahzaab: 40]
Dan sabdanya عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ:
لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ.
“Tidak ada Nabi setelahku.” [13]
Juga sabdanya:
وَأَنَا الْعَاقِبُ.
“Akulah al-‘Aaqib.” [14]
Maksudnya, Nabi terakhir dan penutup bagi mereka.
Jika demikian halnya, maka tidak boleh disalahfahami bahwa ‘Isa Alaihissallam akan turun dengan membawa syari’at baru selain syari’at Muhammad Nabi kita semua Shallallahu ‘alaihi wa salalm. Bahkan jika dia turun, maka dia termasuk pengikut Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disabdakan oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa salalm ketika berkata kepada ‘Umar:
لَوْكَانَ مُوسَى حَيًّا: مَا وَسَعُهُ إِلاَّ اتِّبَاعِي.
“Seandainya Musa masih hidup, maka tidak ada keleluasaan baginya kecuali mengikutiku. [15]
Lalu dia Alaihissallam akan turun, sementara di langit beliau telah diajarkan dengan berbagai perintah Allah sebelum turun, yaitu dengan segala hal yang dibutuhkan berupa ilmu syari’ah (agama ini) untuk memberikan putusan hukum di antara manusia, dan mengamalkannya pada dirinya sendiri. Kemudian kaum mukminin berkumpul kepadanya dan meminta putusan hukum bagi diri mereka… dan karena mengabaikan hukum adalah sesuatu yang tidak dibenarkan, demikian pula tetap adanya dunia hanya bisa dengan adanya pembebanan hukum sampai tidak dikatakan lagi di bumi, ‘Allah, Allah’ (hari Kiamat).” [16]
Dan yang menjadi dalil atas tetapnya pembebanan hukum setelah turunnya ‘Isa Alaihissallam adalah shalat yang beliau lakukan bersama kaum muslimin, haji, dan jihad yang beliau lakukan.
Adapun shalatnya telah diungkapkan di berbagai hadits terdahulu.
Demikian pula peperangan yang beliau lakukan terhadap kaum kuffar dan pengikut Dajjal.
Sedangkan haji, maka hal itu dijelaskan dalam Shahiih Muslim dari Hanzhalah al-Aslami, beliau berkata, “Aku mendengar Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُهِلَّنَّ ابْنُ مَرْيَمَ بِفَجِّ الرَّوْحَاءِ، حَاجًّا أَوْ مُعْتَمِرًا، أَوْ لَيَثْنِيَنَّهُمَا.
‘Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguhnya Ibnu Maryam akan melakukan ihram di Fajjur Rauhaa’ [17] untuk melakukan tahlil (talbiah) untuk haji atau umrah, atau melakukan keduanya.” [18]
Yakni menggabungkan haji dan umrah.
Adapun pembatalan hukum jizyah yang dilakukan oleh ‘Isa Alaihissallam dari kalangan orang-orang kafir -padahal hal itu merupakan syari’at Islam sebelum turunnya ‘Isa-, maka naskh (proses penghapusan) hukum [19] jizyah (pajak perijinan tinggal orang kafir di negeri Islam) yang dilakukan oleh ‘Isa Alaihissallam bukan merupakan syari’at baru yang dibawanya karena penetapanan hukum jizyah dikaitkan dengan turunnya ‘Isa Alaihissallam dengan kabar dari Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, artinya Nabi Muhammadlah yang menjelaskan adanya penghapusan hukum dengan sabdanya kepada kita semua:
وَالله لَيَنْزِلَنَّ ابْـنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً، فَلَيَكْسِـرَنَّ الصَّلِيبَ، وَلَيَقْتُلَنَّ الْخِنْزِيرَ، وَلَيَضَعَنَّ الْجِزْيَةَ.
“Demi Allah, putera Maryam akan turun sebagai hakim yang adil, lalu dia akan menghancurkan salib, membunuh babi, dan menghapus jizyah.”[20]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. (hal. 303).
[2]. Fat-hul Baari (VI/493).
[3]. Tafsiir Ibni Katsir (VII/343).
[4]. ibid
[5]. Tajriidu Asmaa-ish Shahaabah (I/432).
[6]. Shahiih al-Bukhari (VI/477-478, al-Fat-h), kitab Ahaadiitsul Anbiyaa’ bab Qaulullahi Ta’aala (QS. Maryam: 16), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fadhaa-il bab Fadhaa-ilu ‘Isa Aliahissallam.
[7]. Lihat al-Minhaaj fii Syu’abil Iimaan (I/424-425), karya al-Hulaimi, at-Tadzkirah, karya al-Qurthubi (hal. 679), Fat-hul Baari (VI/493), kitab at-Tashriih bimaa Tawaatara fii Nuzuulil Masiih (hal. 94) ta’liq Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah.
[8]. HR. Ibnu Ishaq dalam as-Siirah, lihat kitab Tahdziib Siirati Ibni Hisyam (hal. 45), karya ‘Abdus Salam Harun, cet. al-Majma’ul ‘Ilmil ‘Arabi al-Islami, Mansyuurat Muhammad ad-Daayah, Beirut. Ibnu Katsir mengomentari sanadnya dengan berkata, “Ini adalah sanad yang jayyid,” dan beliau meriwayatkan beberapa penguat baginya dari jalan lain, yang diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dalam al-Musnad, Tafsiir Ibni Katsir (VIII/136), dan Musnad Imam Ahmad (IV/127, dan V/262, dengan catatan pinggir Muntakhab al-Kanz).
[9]. Beliau adalah al-Walid bin Muslim al-Qurasy, orang tua Bani Umayyah, seorang ulama negeri Syam, wafat pada tahun 195 H rahimahullah.
Lihat Tahdziibut Tahdziib (XI/151-152).
[10]. Beliau adalah Muhammad bin ‘Abdirrahman bin al-Mughirah bin al-Harits bin Abi Da’-b al-Qurasy al-‘Amiri, al-Imam, ats-tsiqah, wafat pada tahun 159 H t.
Lihat Tahdziibut Tahdziib (IX/303-307).
[11]. Shahiih Muslim, kitab al-Iimaan, bab Nuzuulu ‘Isa bin Maryam Haakiman (II/193, Syarh an-Nawawi).
[12]. Shahiih Muslim (II/193-194, Syarh an-Nawawi).
[13]. Shahiih Muslim, kitab al-Fadhaa-il, bab Fii Asmaaihi J (XV/104, Syarh an-Nawawi).
[14]. Shahiih al-Bukhari, kitab at-Tafsiir, bab (ash-Shaff: 6) (VIII/640-641, al-Fat-h).
[15]. Musnad Ahmad (III/387, dengan catatan pinggir kitab Muntakhab al-Kanz).
Ibnu Hajar berkata, “Perawinya adalah tsiqat, kecuali pada Mujalid (salah satu perawi haditsnya), ada kelemahan.” (Fat-hul Baari XIII/334).
Dan ‘Abdurrazzaq telah meriwayatkannya dalam al-Mushannaf (X/313-314), tahqiq Habiiburrahman al-A’zhami.
Dan Mujalid bin Mujalid bin Sa’id bin ‘Umair al-Hamadani al-Kufi, Muslim meriwayatkannya dengan menggunakan penyerta yang lainnya.
Ibnu Hajar berkata tentangnya, “Shaduq.”
Lihat Tahdziibut Tahdziib (X/39-41).
[16]. At-Tadzkirah (hal. 677-678).
[17]. Fajjur Rauhaa’ adalah satu tempat di antara Makkah dan Madinah yang pernah dilalui oleh Nabi J ketika pergi ke Badar dan ke Makkah pada masa penaklukan kota Makkah dan ketika me-lakukan haji.
Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (III/412), dan Mu’jamul Buldaan (IV/236).
[18]. Shahiih Muslim bi Syarh an-Nawawi, kitab al-Hajj bab Jawaazut Tamattu fil Hajji wal Qiraan (VIII/ 234, Syarh an-Nawawi).
[19]. Lihat Fat-hul Baari (VI/492).
[20]. Shahiih Muslim, bab Nuzuuli ‘Isa ‘alaihis Salaam Haakiman (II/292, Syarh an-Nawawi).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/1552-pasal-ketiga-hikmah-turunnya-nabi-isa-alaihissallam-bukan-nabi-yang-lainnya.html